HASIL PENELITIAN INI UNGKAP BAHAYANYA ANAK MASUK SEKOLAH JIKA BELUM CUKUP UMUR

Assalamu'alaikum wr.wb. selamat pagi dan salam sejahtera untuk guru-guru seluruh indonesia....
mari simak informasi terbaru infokemendikbud.com berikut ini tentang dampak-dampak yang di timbulkan apabila orang tua tetap memaksakan anaknya masuk sekolah sebelum umur idealnya...


Beberapa sekolah memiliki kebijakan tersendiri mengenai batasan umur untuk pendaftaran siswa baru. Sebab, usia mempengaruhi tingkat kematangan emosional anak, serta daya serap informasinya.

Sebuah penelitian mengungkapkan fakta bahwa anak yang masih terlalu muda, tetapi dipaksakan orang tuanya untuk memasuki jenjang kelas yang tidak sesuai dengan batasan umurnya, berpotensi mengalami gangguan kejiwaan.

Kebanyakan orang tua yang anaknya masih belum cukup umur untuk memasuki jenjang kelas tertentu hanya mempertimbangkan resiko kesulitan buah hatinya dalam menyerap pelajaran atau menjalin hubungan sosial dengan teman-teman seangkatan yang lebih tua.

Akan tetapi, hanya sedikit orang tua yang mengetahui adanya risiko gangguan psikologis yang dialami anak yang belum cukup umur untuk masuk kelas tertentu, yakni attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) alias sindrom hiperaktif.

Sebuah penelitian yang dihelat Taipei Veterans Hospital di Taiwan mengungkapkan anak-anak yang lahir kurang dari atau berdekatan dengan batas bawah usia untuk memasuki jenjang kelas, lebih rentan menderita ADHD ketimbang anak-anak yang lebih tua.

Sebagai gambaran, batas bawah untuk penerimaan siswa baru di Taiwan adalah yang lahir pada 31 Agustus. Riset tersebut membuktikan anak-anak yang lahir pada Agustus atau kurang cenderung lebih hiperaktif ketimbang mereka yang lahir pada September atau lebih.

Kepala penelitian tersebut, Dr. Mu-Hong Chen, menjelaskan fenomena itu terjadi setidaknya karena para orang tua dan guru lupa bahwa anak-anak yang lahir pada Agustus untuk tahun ajaran baru, nyaris setahun lebih muda dibandingkan dengan mereka yang lahir pada September.

Chen meneliti 370 ribu anak Taiwan pada rentang usia 4-17 tahun sepanjang 1997-2011. Di antara mereka, terdapat 32.394 anak sekolah yang lahir pada Agustus. Ternyata, 2,9% di antara anak-anak tersebut didiagnosa dengan ADHD, sedangkan 2,1% lainnya sampai harus menjalani perawatan medis karena gangguan hiperaktif.

Sementara itu, terdapat 33.607 anak yang lahir pada September dalam penelitian tersebut. Sejumlah 1,8% di antaranya didiagnosa dengan ADHD dan 1,2% lainnya harus menjalani perawatan medis akibat gangguan tersebut.

Sekitar 63% anak laki-laki yang lahir pada Agustus lebih berisiko mengalami hiperaktif dibandingkan dengan anak laki-laki yang lahir pada September. Mereka juga 76% lebih rentan menjalani pe rawatan medis.

Di sisi lain, 71% anak perempuan yang lahir pada Agustus lebih berisiko mengalami ADHD, dan 65% rentan menjalani perawatan medis akibat risiko tersebut.

Menurut tinjauan psikologis, usia yang belum cukup untuk masuk sekolah mengakibatkan berbagai masalah terkait perilaku anak. Sebab, anak-anak cenderung akan bertingkah sesuai dengan logika usia mereka, ketimbang karena pengaruh pendidikan mereka.

“Pengendalian diri pada anak-anak— terutama kemampuan untuk berdiam diri— terus berkembang seiring dengan pertambahan usianya. Itulah sebabnya, semakin muda usia anak, semakin besar resiko hiperaktifnya,” imbuh Dimitri Christakis, Direktur Pusat Kesehatan Perilaku dan Perkembangan Anak dari Seattle Children’s Research Institute, seperti dikutip Reuters.

Dimitri mengakui hasil penelitian dari Taiwan itu representatif dari fenomena yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara lain. “Berpikirlah dua kali, sebab implikasi yang akan diterima orang tua adalah kemungkinan anaknya harus menjalani perawatan medis pada usia dini. Tentunya Anda tidak menginginkan hal tersebut,” tegasnya.

Di dunia medis, ada beberapa stimulus yang dapat digunakan untuk perawatan ADHD, seperti Ritalin dan Adderall. Pil-pil tersebut meningkatkan jumlah dopamine atau zat kimia di otak yang berhubungan dengan kesenangan, perhatian, dan gerakan.

Akan tetapi, efek samping tindakan medis itu adalah hilangnya nafsu makan, insomnia, perubahaan mood yang mendadak, depresi, dan mual. Itulah sebabnya banyak dokter yang ragu-ragu untuk memberikan obat-obatan tersebut pada anak-anak.

Pada sebagian anak, tindakan medis juga berdampak pada perubahan karakter yang berujung pada masalah psikologis baru, yaitu gejala obsessive-compulsive disorder (OCD). Hal tersebut sudah dijumpai pada beberapa kasus.

Direktur Program ADHD di Clinicas Hospital of Porto Alegre Brazil, Luis Augusto Rohde, mengungkapkan salah satu tip yang disarankan saat mendaftarkan anak sekolah adalah melihat bulan dan tahun teman-teman sekelas si anak.

“Jangan memaksakan jika sampai anak Anda menjadi satu-satunya murid yang paling muda di kelasnya. Jika hal itu terjadi, ada baiknya ada memilih untuk menunda dulu rencana memasukkan anak ke sekolah hingga usianya tepat.”


Demikian informasi terbaru yang dapat saya berikan....
semoga bermanfaat untuk rekan-rekan guru semua, silahkan baca berita terbaru guru DISINI

0 komentar